Selasa, 08 November 2022

 

MBAH ALI

SOSOK KIAI LOW PROFIL DESA KEDUNGLEPER 1)

Oleh : M. Aunun El Ma’ruf 2)

 

 

A.    GAMBARAN UMUM DESA KEDUNGLEPER

Kedungleper adalah sebuah Desa di wilayah Kabupaten Jepara Jawa Tengah bagian Utara. Desa Kedungleper termasuk wilayah Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Secara geografis Desa Kedungleper berada di sebelah utara Desa Bangsri. Lebih kongkritnya Desa Kedungleper berbatasan dengan Desa Wedelan di sebelah timur, Desa Bangsri di sebelah selatan, Desa Jerukwangi di sebelah Barat dan Desa Kaliaman dan Kancilan di sebelah Utara. Kedua desa terakhir, yaitu Desa Kaliaman dan Desa Kancilan termasuk wilayah Kecamatan Kembang.

Desa Kedungleper berada di jalur Jepara menuju lokasi PT (Persero) PLTU Tanjung Jati B Desa Tubanan Kecamatan Kembang melalui jembatan yang fenomenal, bersejarah dan unik yaitu jembatan gantung, yang oleh masyarakat disebut dengan Kretek Gandul.

Mayotritas penduduk Desa Kedungleper adalah beragama Islam sunni, dengan rata-rata mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, pedagang dan lain sebagainya.

Secara geografis Desa Kedungleper berada di jalur pantura KM 17 utara kota Jepara. Untuk menujuDesa Kedungleper dapat ditempuh dari arah selatan, Jepara dan dari arah timur, Pati.



 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 :

Peta Desa Kedungleper

B.     BIOGRAFI MBAH ALI

Desa Kedungleper tidak bisa lepas begitu saja dari sosok low profil, yaitu mbah Ali, begitu masyarakat setempat memanggilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Ali bin Ahmad Sanwasi (Penggung, Nalumsari) bin ... bin Muhammad Endro (Gambiran Pati) bin Ahmad Mutamakin (Kajen Pati). Silsilah mbah Ali juga bersambung sampai pada Kyai Umar, ayah Kyai Sholeh Darat (waliyullah), sebab Kyai Ahmad Sanwasi, ayah dari mbah Ali adalah menantu Kyai Umar.

Mbah Ali lahir tidak ada yang tahu secara persis tahun kelahirannya, hanya diperkirakan beliau lahir kurang lebih tahun 1870 di Desa Penggung Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara. Dari pasangan Ahmad sanwasi dan istri pertama, (tidak diketahui namanya), telah dikaruniai anak, mbah Ali dan dari istri ke dua, mbah Darijah telah dikaruniai anak mbah Abdurrosul (ayah dari mbah Ahmad Fauzan). Dari silsilah ini, Mbah Ali masih saudara dengan mbah Abdur Rasul ayah dari mbah Fauzan, salah satu tokoh pergerakan nasional Kabupaten Jepara, dari istri mbah Ahmad Sanwawi yang ke dua mbah nyai Darajah, ada yang menyebut mbah Darijah.

Sebagai seorang ulama shufi, mbah Ali tidak menonjolkan kepribadiannya sebagai sosok keturunan ulama danningrat. Kehidupannya sangat sederhana sebagaimana kebanyakan masyarakat desa pada umumnya. Satu hal yang menjadi seolah-olah itu menjadi pesan moral secara turun temurun adalah bahwa mbah Ali tidak suka popularitas dan juga tidak ridlo jika anak-anaknya menjadi pegawai pemerintah. Lain halnya dengan mbah Abdurrosul, saudaranya, yang lebih moderat dalam pemikiran dan tindakannya, sehingga anak keturunan mbah Abdurrosul banyak yang berkiprah dalam dunia politik dan pemerintahan.

Sebagai sosok terpelajar, mbah Ali menimba ilmu kepada ayah dan kakeknya sendiri. Disamping itu beliau juga belajar kepada kiai Umar Semarang (ayah mbah Soleh Darat, Semarang). Banyak cerita dari para ahli waris mbah Ali tentang karya tulisnya namun masih belum ketemu kitab yang dapat dipertenggungjawabkan sebagai karya tulisnya. Ada dokumen tulisan tangan yang disinyalir karya tulis mbah Ali, tetapi tidak ada halaman depannya sehingga masih absurd jika itu dikatakan karya mbah Ali. Menurut cerita lisan dari para ahli warisnya, karya mbah Ali cukup banyak, namun tidak terdokumentasi dengan baik.

Dikisahkan ketika awal mbah Ali datang di Desa Kedungleper adalah berdakwah sambil membuka lahan pertanian baru guna menopang kehidupan sehari-hari. Lahan yang dibuka beliau adalah dukuh Lo (ngelo) Desa Keliaman Kecamatan Kembang. Menurut cerita yang berkembang dari mulut ke mulut areal lahan yang dibuka cukup luas. Naif, karena sakit dan lahan belum sempat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, akhirnya mbah Ali pulang ke kampung halaman, Penggung Nalumsari Jepara. Beberapa tahun tidak ada kabar kembali ke Desa Kedungleper, akhirnya sesepuh Desa Kedungleper yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan mbah Tuan, menjemputnya kembali ke Desa Kedungleper.

Ketika mbah Ali tiba kembali di Desa Kedungleper dan hendak memanfaatkan lahan yang pernah dibuka di dukuh Lo (ngelo) Desa Kaliaman, untuk lahan pertanian, ternyata sudah dikuasai oleh masyarakat setempat. Dasar seorang kiai, tidak mau ribut-ribut dengan masyarakat lahan tersebut dibiarkan dikuasai oleh masyarakat. Karena jasa perjuangan dalam dakwah islamiyah di Desa Kedungleper dan potensi yang dimiliki oleh mbah Ali akhirnya mbah Tuan memberikan sebidang tanah pekarangan untuk pusat kegiatan dakwah. Pernah ada wacana yang digulirkan oleh cucu dan cicit mbah Ali untuk menggugat lahan tersebut, namun minimnya bukti kepemilikan akhirnya urung untuk dilakukan. Hal yang sangat wajar waktu itu belum  ada penataan administrasi seperti sekarang ini.

Setelah sekian lama mengabdi kepada masyarakat melalui bidang pendidikan dan pengajaran Islam,  telah sampailah ajal menjemput mbah Ali. Beliau wafat tidak diketahui secara persis tahunnya, namun diperkirakan beliau wafat kurang lebih tahun 1935 an dan dimakamkan di pemakaman “Mbah Ali” Desa Kedungleper Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Untuk menuju makam mbah Ali, para peziarah khususnya anak cucu yang telah menyebar di seluruh nusantara, dapat ditempuh melalui jalur selatan dan timur. Dari jalur selatan ; dari arah Jepara menuju Bangsri. Sesampainya di perempatan bangjo (trafic light) Bangsri, ambil jalur kiri, jalan Suromoyo, ke barat arah Kedungleper dan cari lokasi makam mbah Ali, yang oleh masyarakat lebih mengenalnya dengan makam wetan. Adapun dari arah timur dapat ditempuh dari arah Pati. Sesampainya di wedelan (sebelum pom bensin Wedelan, ambil lurus jurusan Desa Kedungleper, dan cari lokasi makam mbah Ali.

 

 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2 :

Makam mbah Ali (perkiraan ; 1860-1935 M) dan istri mbah Masyithah

(di komplek makam mbah Ali, makam wetan)

 

 

C.     PERJUANGAN, JASA DAN PENINGGALAN MBAH ALI

Mbah Ali datang di Kedungleper dalam rangka penyebaran agama Islam sambil membuka lahan baru untuk area pertanian, sebagai ikhtiah untuk menopang kehidupan di perantauan. Tidak berarti di Kedungleper pada waktu itu penduduknya belum beragama Islam tetapi dipandang oleh beliau keislaman pendudukKedungleper masih menganut Islam abangan. Dikisahkan bahwa Islam di Kecamatan Bangsri terutama di wilayah Desa Wedelan (tepatnya di Banjaran, salah satu dukuh di Desa Wedelan ), Desa Banjaran (tepatnya di Candi sendangsari salah satu dukuh di Desa Banjaran) dan Desa Kedungleper dibawakan oleh mbah Arif atau mbah Madanom dari Adn, Yaman. Dalam perkembangan Islam yang dibawa oleh mbah Arif, masih dipengaruhi oleh pengaruh agama sebelumnya, yaitu Hindu-Budha. Justru dalam mitos yang berkembang dukuh Candi sendang sari, Banjaran Bangsri Jepara, dimana makam mbah Arif berada, dulunya terdapat bangunan candi sebagai pusat agama Hindu di Bangsri. Oleh karenanya daerah itu dikenal dengan nama Candi.

Sejak kedatangan mbah Ali di Kedungleper, Islam telah menyebar dengan luas di wilayah tersebut dan umumnya di Kecamatan Bangsri, namun masih dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu-Budha dengan metode dakwah yang dilakukan oleh mbah Arif dan murid-muridnya adalah masih menggunakan metode konvensional, yakni; melalui keteladana dalam kehidupan bermasyarakat, mauidhoh hasanah melalui pendekatan ceramah atau pengajian umum dan islamisasi ritual hindu-budha ke dalam ajaran Islam. Sejak mbah Ali di Kedungleper, sebagai seorang ulama dan salah satu keturunan para wali itu, metode maupun pendekatan dakwah dan pengajaran agama Islam dilakukan dengan menggunakan kitab kuning. Hal ini merupakan pendidikan yang mentradisi dilakukan di setiap pondok pesantren. Boleh dibilang bahwa dakwah islamiyah yang dilakukan oleh mbah Ali itu adalah  yang pertama dilakukan, sebagai cikal bakal pendidikan pesantren di Kecamatan Bangsri. Mulai saat itulah ajaran Islam mulai menampakkan jati dirinya sebagai ajaran yang murni, secara perlahan tidak terpengaruh lagi secara singkretis dengan ajaran Hindu-Budha.


Sebagai jasa peninggalan mbah Ali dalam penyebaran Islam di Kedungleper adalah berdirinya masjid Mujahidin Kedungleper pada tahun 1911 (masih perkiraan) sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan.


Gambar 3 :

Masjid Mujahidin, Peninggalan mbah Ali

 
















Gambar 4 :

Karya Tulis Peninggalan mbah Ali

 
 

 

 

 

 

D.    SIKAP POSITIF MBAH ALI YANG DAPAT DITELADANI

Dalam perjuangannya menyebar dan mengembangkan dakwah Islam, mbah Ali menyampaikan ajaran Islam melalui sikap positip yang dapat diteladani, diantaranya:

1.  Melakukan dakwah secara bertahap atau tadriji. Dalam dakwahnya, mbah Ali mengajarkan agama Islam secara bertahap. tidak ada ajaran agama yang diberlakukan secara mendadak, semuanya melalui prosespenyesuaian. Mula-mula yang dilakukan adalah menyesuaikan pengajaran Islam sebelumnya yang telah dirintis oleh mbah Muhammad Arif dan para muridnya.

2.  Gigih dan tangguh dalam berdakwah. Kegigigihan dan ketangguhan dalam menyebarkan agama Islam terbukti dari perjalanan yang cukup jauh, merantau dari tanah kelahirannya Penggung ( sekarang masuk wilayah Kecamatan Nalumsari) menuju Desa Kedungleper dengan berjalan kaki yangmelelahkan (maklum waktu itu belum ada kendaraan umum). Kegigihan dan ketangguhan ini juga dibuktikan dengan pembukaan lahan baru untuk lahan pertanian, disamping gigih dalam berdakwah yang penuh dengan tantangan.

3.  Santun dan dermawan dalam berdakwah. Sikap ini ditunjukkan ketika mbah Ali kembali lagi ke Desa Kedungleper dan hendak mengurus lahan yang sudah dibuka sebelumnya. Karena lahan baru yang dibuka oleh mbah Ali dikuasai oleh masyarakat setempat, mbah Ali mengikhlaskan begitu saja tanpa ada tuntutan apapun.

4.  Toleran dan selalu menjalin hubungan baik antar sesama. Hubungan baik yang ditunjukkan pada masyarakat luas dan penguasa (Petinggi) Desa Kedungleper menjadikannya mbah Ali menjadi sosok guru yang dibanggakan dan menghantarkannya diangkat menjadi sesepuh Desa  pada masanya.

5.  Low profil dan tidak suka popularitas. Sikap ini yang dalam bahasa kitab atau bahasa keislaman disebut dengan tawadlu’ ditunjukkan oleh mbah Ali ketika melakukan dakwah islamiyah di Desa Kedungleper tidak membanggakan akan keilmuan dan silsilah beliau yang bersambung sampai ke ulama-ulama besar atau para wali di nusantara. Sikap tawadlu’ ini juga dilakukan mbah Ali ketika harus mengalah di saatlahan baru yang dibuka mbah Ali diikhlaskan begitu saja untuk dimiliki oleh masyarakat.




 

 


 

Gambar 5:

Tradisi ngaji kitab kuning, peninggalan jasa mbah Ali

 (metode dakwah islamiyah yang dilakukan mbah Ali

melalui pendekatan penggunaan kitab kuning sebagai referensi pertama

di Kecamatan Bangsri)

Yang selalu diselalu diteladani oleh anak cucu sampai sekarang

 

 

E.     PENUTUP

Demikian sekilas biografi tokoh lokal Desa Kedungleper yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih oleh kaum muslimin khususnya masyarakat Desa setempat. Penulisan ini hanya didasarkan dari interview dari para ahli waris dan cerita dari mulut ke mulut yang berkembang karena sifat low profil mbah Ali dan keturunannya tidak suka pada popularitas sehingga tidak atau belum ada literasi yang dapat dijadikan referensi.

Kritik dan saran serta perbaikan sangat diharapkan agar biografi ini dapat dijadikan panutan secara representatif.

 

 

 

1)       

Ø  Biografi tersebut  ditulis dalam rangka memperingati hari HSN dan menyongsong peringatan Hari Pahlawan Nasional tahun 2022, disamping adanya dorongan dan keinginan untuk menulis biografi mbah Ali guna mengenang jasa dan perjuangan beliau, meneladani sikap positif beliau serta untuk menyambung tali silaturrahim inter dan antar bani Ali.

Ø  Monggo ahli waris dan segenap anak cucu mbah Ali, barangkali ada kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan, baik dari segi penulisan, konten  maupun referensi. Diharapkan juga dengan sangat suka cita jika ada versi dan sumber cerita yang lain guna menambah khazanah pengetahuan bagi anak cucu mbah Ali dalam berkiprah melanjutkan dakwah islamiyah .

2)      Khadimul Madrasah MI / MTs. Miftahul Huda KedungleperBangsri Jepara

1)     

Kamis, 31 Maret 2022

 

GURUKU

Oleh : M. Aunun El Ma’ruf

 

Ketika tengah malam berlalu

Sedang purnama mengulum senyum

Ku renungi sehari hari bersamamu

Gurau dan humor bahkan amarah menghiasi waktu

Dalam ruang bak penjara nestapa

Oh, guruku....

Dalam pesona siang dan malam

Terlintas bayang bayang ceria

Bersama hasrat tak terkatakan

Kucoba pegang jidatku

Dengan pelukan cerita lara

Ternyata oh ternyata...

Harapan jadi penyesalan

Hilang seiring pudarnya lamunan

Ternyata maksud dapat penuh rintangan

Kubiasakan duka di relung kalbu

Serasa terbentur batu

Hati bagai diterjang gelombang pasang

Saat kuhitung perpisahan di depan pintu

Tapi, biarlah...

Aku kan larikan hati yang resah

Di dalam derai cucuran pipi nan basah

Ku coba membunuh sepi

Ku coba gores kalbuku

Ku ukir di sudut tepian buku hatiku

Tuk ku ingat sampai batas waktuku

Di bawah kuasa cita yang suci

Ku bangkit mencari citramu

Kunantikan harapan bersemi

Padamu jua cita harapan

Oh, guruku....

Guruku....

Maafkanlah daku....

Salahkah aku....

Dosakah aku...

Atas pengorbanan dan kesabaranmu

Atas curahan pengetahuan dan keteladananmu

Tanpa dirimu aku bukanlah apa-apa
Tanpa dirimu aku bukanlah siapa-siapa
Tanpa dirimu banyak hal yang ku tak tahu

Guruku....

Atas jasa yang telah kau berikan

Atas keteladananmu yang telah menginspirasi

Karena besarnya jasamu aku tak mampu membalas

Aku hanya mampu ucapan terima kasih yang tiada  tara

Hanya sepotong doa narapidana yang dapat kupersembahkan

Disertai sejuta harapan dan doa

Semoga guru dalam keberkahan lindungan rahmat ilahi

Memberkati dalam hidupku yang nestapa ini

Tuk meraih hikmah ilmu nan  penuh arti

Menuju ridla ilahi rabbi...

 

Kedungleper , 25 November 2021