MBAH ALI
SOSOK
KIAI LOW PROFIL DESA KEDUNGLEPER 1)
Oleh : M. Aunun El Ma’ruf 2)
A.
GAMBARAN UMUM DESA KEDUNGLEPER
Kedungleper adalah sebuah Desa di wilayah Kabupaten Jepara Jawa
Tengah bagian Utara. Desa Kedungleper termasuk wilayah Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara. Secara geografis Desa Kedungleper berada di sebelah utara Desa Bangsri.
Lebih kongkritnya Desa Kedungleper berbatasan dengan Desa Wedelan di sebelah
timur, Desa Bangsri di sebelah selatan, Desa Jerukwangi di sebelah Barat dan
Desa Kaliaman dan Kancilan di sebelah Utara. Kedua desa terakhir, yaitu Desa
Kaliaman dan Desa Kancilan termasuk wilayah Kecamatan Kembang.
Desa Kedungleper berada di jalur Jepara menuju lokasi PT (Persero)
PLTU Tanjung Jati B Desa Tubanan Kecamatan Kembang melalui jembatan yang
fenomenal, bersejarah dan unik yaitu jembatan gantung, yang oleh masyarakat disebut
dengan Kretek Gandul.
Mayotritas penduduk Desa Kedungleper adalah beragama Islam sunni,
dengan rata-rata mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, pedagang dan lain
sebagainya.
Secara geografis Desa Kedungleper berada di jalur pantura KM 17
utara kota Jepara. Untuk menujuDesa Kedungleper dapat ditempuh dari arah
selatan, Jepara dan dari arah timur, Pati.
Gambar 1 :
Peta Desa Kedungleper
B.
BIOGRAFI MBAH ALI
Desa Kedungleper tidak bisa lepas begitu saja dari sosok low
profil, yaitu mbah Ali, begitu masyarakat setempat memanggilnya. Nama
lengkapnya adalah Muhammad Ali bin Ahmad Sanwasi (Penggung, Nalumsari) bin ... bin Muhammad Endro (Gambiran Pati) bin Ahmad
Mutamakin (Kajen Pati). Silsilah
mbah Ali juga bersambung sampai pada Kyai Umar, ayah Kyai Sholeh Darat
(waliyullah), sebab Kyai Ahmad Sanwasi, ayah dari mbah Ali adalah menantu Kyai
Umar.
Mbah Ali lahir tidak ada yang tahu
secara persis tahun kelahirannya, hanya diperkirakan beliau lahir kurang lebih tahun
1870 di Desa Penggung Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara. Dari pasangan Ahmad
sanwasi dan istri pertama, (tidak diketahui namanya), telah dikaruniai anak,
mbah Ali dan dari istri ke dua, mbah Darijah telah dikaruniai anak mbah
Abdurrosul (ayah dari mbah Ahmad Fauzan). Dari silsilah ini, Mbah Ali masih saudara
dengan mbah Abdur Rasul ayah dari mbah Fauzan, salah satu tokoh pergerakan
nasional Kabupaten Jepara, dari istri mbah Ahmad Sanwawi yang ke dua mbah nyai
Darajah, ada yang menyebut mbah Darijah.
Sebagai seorang ulama shufi, mbah
Ali tidak menonjolkan kepribadiannya sebagai sosok keturunan ulama danningrat.
Kehidupannya sangat sederhana sebagaimana kebanyakan masyarakat desa pada
umumnya. Satu hal yang menjadi seolah-olah itu menjadi pesan moral secara turun
temurun adalah bahwa mbah Ali tidak suka popularitas dan juga tidak ridlo jika
anak-anaknya menjadi pegawai pemerintah. Lain halnya dengan mbah Abdurrosul,
saudaranya, yang lebih moderat dalam pemikiran dan tindakannya, sehingga anak
keturunan mbah Abdurrosul banyak yang berkiprah dalam dunia politik dan
pemerintahan.
Sebagai sosok terpelajar, mbah Ali
menimba ilmu kepada ayah dan kakeknya sendiri. Disamping itu beliau juga
belajar kepada kiai Umar Semarang (ayah mbah Soleh Darat, Semarang). Banyak
cerita dari para ahli waris mbah Ali tentang karya tulisnya namun masih belum
ketemu kitab yang dapat dipertenggungjawabkan sebagai karya tulisnya. Ada
dokumen tulisan tangan yang disinyalir karya tulis mbah Ali, tetapi tidak ada
halaman depannya sehingga masih absurd jika itu dikatakan karya mbah Ali.
Menurut cerita lisan dari para ahli warisnya, karya mbah Ali cukup banyak,
namun tidak terdokumentasi dengan baik.
Dikisahkan ketika awal mbah Ali
datang di Desa Kedungleper adalah berdakwah sambil membuka lahan pertanian baru
guna menopang kehidupan sehari-hari. Lahan yang dibuka beliau adalah dukuh Lo
(ngelo) Desa Keliaman Kecamatan Kembang. Menurut cerita yang berkembang dari
mulut ke mulut areal lahan yang dibuka cukup luas. Naif, karena sakit dan lahan
belum sempat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, akhirnya mbah Ali pulang ke
kampung halaman, Penggung Nalumsari Jepara. Beberapa tahun tidak ada kabar
kembali ke Desa Kedungleper, akhirnya sesepuh Desa Kedungleper yang oleh
masyarakat dikenal dengan sebutan mbah Tuan, menjemputnya kembali ke Desa
Kedungleper.
Ketika mbah Ali tiba kembali di Desa
Kedungleper dan hendak memanfaatkan lahan yang pernah dibuka di dukuh Lo
(ngelo) Desa Kaliaman, untuk lahan pertanian, ternyata sudah dikuasai oleh
masyarakat setempat. Dasar seorang kiai, tidak mau ribut-ribut dengan
masyarakat lahan tersebut dibiarkan dikuasai oleh masyarakat. Karena jasa
perjuangan dalam dakwah islamiyah di Desa Kedungleper dan potensi yang dimiliki
oleh mbah Ali akhirnya mbah Tuan memberikan sebidang tanah pekarangan untuk
pusat kegiatan dakwah. Pernah ada wacana yang digulirkan oleh cucu dan cicit
mbah Ali untuk menggugat lahan tersebut, namun minimnya bukti kepemilikan
akhirnya urung untuk dilakukan. Hal yang sangat wajar waktu itu belum ada penataan administrasi seperti sekarang
ini.
Setelah sekian lama mengabdi kepada
masyarakat melalui bidang pendidikan dan pengajaran Islam, telah sampailah ajal menjemput mbah Ali.
Beliau wafat tidak diketahui secara persis tahunnya, namun diperkirakan beliau
wafat kurang lebih tahun 1935 an dan dimakamkan di pemakaman “Mbah Ali” Desa
Kedungleper Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Untuk menuju makam mbah Ali,
para peziarah khususnya anak cucu yang telah menyebar di seluruh nusantara,
dapat ditempuh melalui jalur selatan dan timur. Dari jalur selatan ; dari arah
Jepara menuju Bangsri. Sesampainya di perempatan bangjo (trafic light) Bangsri,
ambil jalur kiri, jalan Suromoyo, ke barat arah Kedungleper dan cari lokasi
makam mbah Ali, yang oleh masyarakat lebih mengenalnya dengan makam wetan.
Adapun dari arah timur dapat ditempuh dari arah Pati. Sesampainya di wedelan
(sebelum pom bensin Wedelan, ambil lurus jurusan Desa Kedungleper, dan cari
lokasi makam mbah Ali.
Gambar 2 :
Makam mbah Ali (perkiraan ; 1860-1935
M) dan istri mbah Masyithah
(di komplek makam mbah Ali, makam
wetan)
C.
PERJUANGAN, JASA DAN PENINGGALAN MBAH ALI
Mbah Ali datang di Kedungleper dalam
rangka penyebaran agama Islam sambil membuka lahan baru untuk area pertanian,
sebagai ikhtiah untuk menopang kehidupan di perantauan. Tidak berarti di
Kedungleper pada waktu itu penduduknya belum beragama Islam tetapi dipandang
oleh beliau keislaman pendudukKedungleper masih menganut Islam abangan.
Dikisahkan bahwa Islam di Kecamatan Bangsri terutama di wilayah Desa Wedelan (tepatnya
di Banjaran, salah satu dukuh di Desa Wedelan ), Desa Banjaran (tepatnya di
Candi sendangsari salah satu dukuh di Desa Banjaran) dan Desa Kedungleper
dibawakan oleh mbah Arif atau mbah Madanom dari Adn, Yaman. Dalam perkembangan
Islam yang dibawa oleh mbah Arif, masih dipengaruhi oleh pengaruh agama
sebelumnya, yaitu Hindu-Budha. Justru dalam mitos yang berkembang dukuh Candi
sendang sari, Banjaran Bangsri Jepara, dimana makam mbah Arif berada, dulunya
terdapat bangunan candi sebagai pusat agama Hindu di Bangsri. Oleh karenanya
daerah itu dikenal dengan nama Candi.
Sejak kedatangan mbah Ali di
Kedungleper, Islam telah menyebar dengan luas di wilayah tersebut dan umumnya
di Kecamatan Bangsri, namun masih dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu-Budha
dengan metode dakwah yang dilakukan oleh mbah Arif dan murid-muridnya adalah
masih menggunakan metode konvensional, yakni; melalui keteladana dalam
kehidupan bermasyarakat, mauidhoh hasanah melalui pendekatan ceramah atau
pengajian umum dan islamisasi ritual hindu-budha ke dalam ajaran Islam. Sejak
mbah Ali di Kedungleper, sebagai seorang ulama dan salah satu keturunan para
wali itu, metode maupun pendekatan dakwah dan pengajaran agama Islam dilakukan
dengan menggunakan kitab kuning. Hal ini merupakan pendidikan yang mentradisi
dilakukan di setiap pondok pesantren. Boleh dibilang bahwa dakwah islamiyah
yang dilakukan oleh mbah Ali itu adalah yang pertama dilakukan, sebagai cikal bakal
pendidikan pesantren di Kecamatan Bangsri. Mulai saat itulah ajaran Islam mulai
menampakkan jati dirinya sebagai ajaran yang murni, secara perlahan tidak terpengaruh
lagi secara singkretis dengan ajaran Hindu-Budha.
Sebagai
jasa peninggalan mbah Ali dalam penyebaran Islam di Kedungleper adalah
berdirinya masjid Mujahidin Kedungleper pada tahun 1911 (masih perkiraan) sebagai
pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan.
Gambar 3 : Masjid
Mujahidin, Peninggalan mbah Ali Gambar 4 : Karya Tulis
Peninggalan mbah Ali
D.
SIKAP POSITIF MBAH ALI YANG DAPAT DITELADANI
Dalam perjuangannya menyebar dan mengembangkan
dakwah Islam, mbah Ali menyampaikan ajaran Islam melalui sikap positip yang
dapat diteladani, diantaranya:
1. Melakukan
dakwah secara bertahap atau tadriji. Dalam
dakwahnya, mbah Ali mengajarkan agama Islam secara bertahap. tidak ada ajaran
agama yang diberlakukan secara mendadak, semuanya melalui prosespenyesuaian.
Mula-mula yang dilakukan adalah menyesuaikan pengajaran Islam sebelumnya yang
telah dirintis oleh mbah Muhammad Arif dan para muridnya.
2. Gigih dan
tangguh dalam berdakwah. Kegigigihan dan ketangguhan dalam menyebarkan agama
Islam terbukti dari perjalanan yang cukup jauh, merantau dari tanah
kelahirannya Penggung ( sekarang masuk wilayah Kecamatan Nalumsari) menuju Desa
Kedungleper dengan berjalan kaki yangmelelahkan (maklum waktu itu belum ada
kendaraan umum). Kegigihan dan ketangguhan ini juga dibuktikan dengan pembukaan
lahan baru untuk lahan pertanian, disamping gigih dalam berdakwah yang penuh
dengan tantangan.
3. Santun dan
dermawan dalam berdakwah. Sikap ini ditunjukkan ketika mbah Ali kembali lagi ke
Desa Kedungleper dan hendak mengurus lahan yang sudah dibuka sebelumnya. Karena
lahan baru yang dibuka oleh mbah Ali dikuasai oleh masyarakat setempat, mbah
Ali mengikhlaskan begitu saja tanpa ada tuntutan apapun.
4. Toleran dan
selalu menjalin hubungan baik antar sesama. Hubungan baik yang ditunjukkan pada
masyarakat luas dan penguasa (Petinggi) Desa Kedungleper menjadikannya mbah Ali
menjadi sosok guru yang dibanggakan dan menghantarkannya diangkat menjadi sesepuh
Desa pada masanya.
5. Low profil dan
tidak suka popularitas. Sikap ini yang dalam bahasa kitab atau bahasa keislaman
disebut dengan tawadlu’ ditunjukkan oleh mbah Ali ketika melakukan dakwah
islamiyah di Desa Kedungleper tidak membanggakan akan keilmuan dan silsilah
beliau yang bersambung sampai ke ulama-ulama besar atau para wali di nusantara.
Sikap tawadlu’ ini juga dilakukan mbah Ali ketika harus mengalah di saatlahan
baru yang dibuka mbah Ali diikhlaskan begitu saja untuk dimiliki oleh
masyarakat.
Gambar 5:
Tradisi ngaji
kitab kuning, peninggalan jasa mbah Ali
(metode dakwah islamiyah yang dilakukan mbah
Ali
melalui
pendekatan penggunaan kitab kuning sebagai referensi pertama
di Kecamatan
Bangsri)
Yang selalu
diselalu diteladani oleh anak cucu sampai sekarang
E.
PENUTUP
Demikian
sekilas biografi tokoh lokal Desa Kedungleper yang seharusnya mendapatkan
perhatian lebih oleh kaum muslimin khususnya masyarakat Desa setempat. Penulisan
ini hanya didasarkan dari interview dari para ahli waris dan cerita dari mulut
ke mulut yang berkembang karena sifat low profil mbah Ali dan keturunannya
tidak suka pada popularitas sehingga tidak atau belum ada literasi yang dapat
dijadikan referensi.
Kritik dan
saran serta perbaikan sangat diharapkan agar biografi ini dapat dijadikan
panutan secara representatif.
1)
Ø Biografi tersebut ditulis
dalam rangka memperingati hari HSN dan menyongsong peringatan Hari Pahlawan
Nasional tahun 2022, disamping adanya dorongan dan keinginan untuk menulis
biografi mbah Ali guna mengenang jasa dan perjuangan beliau, meneladani sikap positif
beliau serta untuk menyambung tali silaturrahim inter dan antar bani Ali.
Ø Monggo ahli waris dan segenap anak cucu mbah Ali, barangkali ada
kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan, baik dari segi penulisan,
konten maupun referensi. Diharapkan juga
dengan sangat suka cita jika ada versi dan sumber cerita yang lain guna
menambah khazanah pengetahuan bagi anak cucu mbah Ali dalam berkiprah
melanjutkan dakwah islamiyah .
2)
Khadimul
Madrasah MI / MTs. Miftahul Huda KedungleperBangsri Jepara
1)