Jumat, 28 Februari 2014

Khalifah Ali bin Abi Thalib



KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB


1.       Ali bin Abi Thalib lahir di Mekah pada tahun 602 M.
2.       Ayahnya bernama AbuThalib bin Abdul Muttalib, paman (kakak kandung ayah ) Nabi Muhammad SAW. dari suku Quraisy.
3.       Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim in AbdulManaf.
4.       Nama lahir Ali adalah Haidarah oleh ibunya. Dan kemudian diganti pleh ayahnya dengan nama Ali.
5.       Ali bin Abi Thalib diambil anak asuh oleh Nabi Muhammad pada usia 6 tahun. Pada saat Nabi diangkat sebagai Rasul, ia berusia 8 tahun.
6.       Ali bin Abi Thalib menerima Islam setelah Khadijah bintiKhuwailid (istri Nabi Muhammad)
7.       Nenek moyang Ali bin Abi Thalib bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada kakeknya Abdul Muttalib.
8.       Sifat-sifat Ali bin Abi Thalib sejak kecil; sebagai anak yang cerdas, pemberani, arif, terpelajar dan sederhana dalam hidupnya baik sebelum maupun sesudah menjadi khalifah.
9.       Pada saat Nabi hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib menggantikannya tidur di kamar tidur Nabi Mammad biar dikira Nabi. Oleh karena itu Ali bin AbiThaib menjadi fida (tebusan) bagi Nabi, karena sangat beresiko.
10.   Ali bin Abi Thalib adalah salah satu menantu Nabi Muhammad, karena putrinya yaitu; Fatimah menjdi istrnya. Ia menikah setahun setelah hijrah dalam usia 20 tahun dan Fatimah 15 tahun.
11.   Ali bin Abi Thalib adalah panglima perang yang gagah berani. Nabi mewariskan sebilah pedang yang bernama Zul Faqar kepadanya.
12.   Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang sangat cerdas da menguasai banyak ilmu pengetahuan agama. Ia juga banyak menyaksikan Nabi menerima wahyu. Nabi pernah bersabda “ Aku adalah kota ilmu sedangkan Ali adalah pintu gerbangya”. Oleh karenanya ia diposisikan sebagai Qadli (orang yang memutus perkara) atau mufti (orang yang memberi fatwa).
13.   Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib termasuk anggota majlis syura bersama dengan Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Abdurrohman bin Auf. Majlis ini kemudian memilih Usman bin Affan menjadi kahlifah.
14.   Ali bin Abi Thalib diangkat oleh Ahlusy syura dan para sahabat besar lainnya menjadi khalifah pada tanggal 25 Zul Hijjah 33 H di Masjid Madinah, dalam usia 53 tahun dan memerintah selama 4 tahun.
15.   Pada saat terjadi peristiwa fitnah pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib banyak mengkritiknya karena ia terlalu memperhatikan kepentingan keluarga.
16.   Perjuangan/jasa Ali bin Abi Thalib :
a.       Mengganti para pejabat yang diangkat oleh Usman bin Affan
b.      Mengambil kembali tanah negara yang telah dibagikan Usmanbin Affan kepada kerabatnya tanpa tujuan yang jelas;
c.       Memberikan tunjangan kepada kaum muslimin dari Baitul mal;
d.      Mengatur urusan pemerintahan ;
e.      memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah.
17.   Peristiwa pemberontakan pada masa Ali bin Abi Thalib :
a.       Pemberontakan Talhah, Zubair dan Aisyah / perang Jamal (36 H/656 M).
1)      Talhah bin Ubaidillah adalah sahabat tertua Nabi Muhammad. Zubair bin Awwam adalah kerabat Usman dan menjadi menantu Abu Bakar karena menikah dengan putrinya, Asma (saudara Aisyah)
2)      Pemberontakan terjadi karena tuntutan mereka agar Ali bin Abi Thalib menuntut balas atas turbunuhnya Usmanbin Affan tidak dikabulkan. Dan mereka mencabut baiatnya terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan kemudian pergi ke Basrah untuk memeproleh dukungan.
3)      Gubernur Basra (Usman bin Hanif) ditawan oleh pemberontak.
4)      Peperangan ini dinamakan perang Jamal karena Aisyah mengendarai unta.
5)      Peperangan ini dapat dipatahkan oleh Ali. Dalam peperangan ini alhah, Zubair dan 20.000 orang Islam lainnya terbunuh, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah dengan ditemani oleh saudaranya, Muhammad bin Abi Bakar As Siddiq, dengan tetap dihormati sebagai Ummul mukminin.
b.      Pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan / perang Siffin (37 H/657 M).
1)      Sejak awal Muawiyah tidak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Talib, karena mereka menganggap Ali bersenkongkol dengan pemberontak dalam pembunuhan Usman bin Affan.
2)      Ali bin Abi Talib meminta Muawiyah mundur dari jabatan Gubernur (Syiria), tetapi ditolaknya.
3)      Perang ini dikenal dengan perang Siffin.
4)      Pasukan Muawiyah yang hampir kalah, mereka meminta perjanjian damai (tahkim atau arbitrase). Peristiwa ini dkenal dengan Tahkim Daumatul Jandal. Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin As dan pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari.
5)      Isi perjanjian Tahkim Daumatul Jandal:
Ø  Muawiyah dan Ali, masing-masing meletakkan jabatannya.
Ø  Urusan kekhalifahan diserahkan kepada kaum muslimin untuk memilih khalifah yang baru.
6)      Dalam jumpa pers (untuk mengumumkan hasil kesepakatan tahkim), Amr bin As meminta Abu Musa untuk menyampaikan terlebih dahulu. Namun Amr bin As tidak menyampaikan hasil kesepakatan tahkim, melainkan menyatakan bahwa Muawiyah sebaai khalifah untuk menggantikan Ali.
7)      Akibat kecurangan pihak Muawiyah yang diwakili oleh Amr bin As, pasukan Ali pecah menjadi dua, yaitu pendukung setia Ali (yang dikenal dengan Syi’ah) dan yang memisahkan diri (yang dikenl dengan khawarij).
c.       Pemberontakan kaum Khawaij / perang Nahrawan (38 H/658 M).
1)      Kaum Khawarij adalah kaum yang kecewa atas perjanjian damai antara Ali bin Abi Talib dengan pihak Muawiyah.
2)      Kaum Khawarij dipimpin oleh Syibi bin Rubi At Tamimi sebagai panglima perang dan Abdullah bin Wahab Ar Rasibi sebgai pemimpin keagamaan.
3)      Pusat perjuangannya di Harurah, dekat Kufah.
4)      Target mereka adalah mengempur pihak-pihak yang mendukung tahkim dan membunuh tokoh-tokoh mereka ( Ali bn Abi Talib,  Muawiyah bin abi Sufyan, Amru bin As dan Abu Musa Al Asy’ari).
5)      Perang ini dikenal dengan perang Nahrawan.
6)      Kaum Khawarij dapat dilakahkan oleh pasukan Ali dan Abdullah bin wahhab terbunuh.
18.   Kekalahan kaum Khawarij, membuat mereka semakin dendam. Mereka merencanakan akan membunuh orang-orang yang dianggap menyebabkan umat Islam pecah, yaitu;
a.       Ali bin Abi Thalib (Kufah) diserahkan kepada Abdurrahman bin Muljam,
b.      Muawiyah bin Abi Sufyan (Damaskus) diserahkan kepada Barak bin Abdillah At Tamimi, dan
c.       Amr bin As (Mesir) yang diserahkan kepada Amr bin Bakar At Tamimi.
19.   Mereka gagal, kecuali Abdurrahman bin Muljam yang berhasil membunuh Ali bin Abi Thalib.
20.   Pada tahun 658 M Amru Ibn As, menaklukkan Mesir yang dipimpin oleh Abdullah bin Abi Sarah), sehingga membuat kekuasaan Muawiyah semakin luas.
21.   Ali bin Abi Thalib meninggal pada bulan Ramadlan 40 H / 661 M, karena dibunuh oleh Abdurrohman ibn Muljam, dalam usia 60 tahun dan menjabat sebagai khalifah selama 4 tahun.
22.   Ali bin Abi Talib  adalah khalifah terakhir dari Khulafaurasyidin.
23.   Masa Khulafaurrasyidin adalah masa kegemilangan Islam.
24.   Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, Islam dipimpin oleh Hasan dan Husain (keduanya putra Ali bin Abi Thalib), namun tak berapa lama dikalahkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan hingga berdirinya dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 662 M.

Rabu, 26 Februari 2014

UKH TIK 9


UJI KOMPETENSI HARIAN TIK 9 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2013/2014


MATA PELAJARAN       :     TIK
KELAS                             :    IX
SEKOLAH                       :     MTS. MIFTAHUL HUDA KEDUNGLEPER
SEMESTER                      :     GENAP
TAHUN PELAJARAN     :     2013/2014
GURU                               :     M. AUNUN EL MA’RUF


NASKAH SOAL  PEMAHAMAN KOMPETENSI
1.       Apa yang dimaksud dengan e-mail?
2.       Mengapa kita harus menggunakan e-mail?
3.       Sebutkan jenis-jenis e-mail dan jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing!
4.       Apa perbedaan mereplay dan memforward e-mail?
5.       Sebutkan etika bere-mail!

Pembelajaran Melalui DMS



PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1)
MELALUI DUAL MODEL SYSTEM
M. Aunun El Ma'ruf


A.    PENDAHULUAN
Untuk menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional adalah dengan menyelenggarakan pendidikan profesi yang memungkinkan guru menguasai kompetensi utuh, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas pendidikan, melalui PLPG maupun PPG. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk merealisasikan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sebagai wujud guru disebut sebgai guru yang profesional, guru harus memiliki sebuah kompetensi profesional dengan ditandai dengan diperolehnya Sertifikat Pendidik yang selanjutnya diikuti dengan penghargaan tunjangan profesi yang besarnya sama dengan satu kali gaji PNS. Ketentuan ini berlaku bagi semua guru, termasuk bagi guru MI dan guru PAI pada sekolah. Hal ini lebih kongkrit dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29 ayat (2), dimana seorang guru (MI atau PAI pada sekolah) minimal harus mempunyai kualifikasi akademik sarjana (S1) atau D-IV, serta sertifikat profesi untuk guru MI atau guru PAI di Sekolah.
Memperhatikan hal tersebut, diperlukan prakarsa inovatif dan efisien untuk memberikan layanan pendidikan yang memungkinkan tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugas keseharian masing-masing guru. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. mulai tahun akademik 2008/2009 menyelenggarakan Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Sarjana (S1) bagi Guru MI dan Guru PAI pada Sekolah dengan menggunakan pendekatan Dual Mode System .

B.     PENGERTIAN
Dual Mode System adalah Program Peningkatan Kualifikasi Sarjana (S1) bagi Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah melalui sebuah model dalam sistem pembelajaran. Program  ini merupakan ikhtiar Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), dalam meningkatkan kualifikasi akademik guru-guru dalam jabatan di bawah binaannya yang telah diselenggarakan sejak tahun 2009 dan masih berlangsung hingga saat ini.
Program DMS dilatari oleh banyaknya guru-guru di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang belum berkualifikasi sarjana (S1), baik di daerah perkotaan, terlebih di daerah pelosok pedesaan. Sementara pada saat yang bersamaan, berdasarkan konstitusi pendidikan nasional menetapkan agar sampai tahun 2014 seluruh guru di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah harus sudah berkualifikasi minimal sarjana (S1).
Program DMS merupakan sebuah program akselerasi (crash program) di jenjang pendidikan tinggi yang memungkinkan guru-guru sebagai peserta program dapat meningkatkan kualifikasi akademiknya melalui dua sistem pembelajaran, yaitu pembelajaran tatap muka (TM) dan pembelajaran mandiri (BM). Untuk BM inilah proses pembelajaran memanfaatkan media modular dan perangkat pembelajaran online. Program peningkatan kualifikasi guru termasuk ke dalam agenda prioritas yang harus segera ditangani, seiring dengan program sertifikasi guru yang memprasyaratkan kualifikasi S1. Namun dalam kenyataannya, keberadaan guru-guru tersebut dengan tugas dan tanggungjawabnya tidak mudah untuk meningkatkan kualifikasi akademik secara individual melalui perkuliahan regular. Selain karena faktor biaya mandiri yang relatif membebani guru, juga ada konsekuensi meninggalkan tanggungjawabnya dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas. Dalam situasi demikian, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam berupaya melakukan terobosan dalam bentuk DMS.


C.     TUJUAN
Sebagai sebuah sistem, penyelenggaraan Program Peningkatan Kualifikasi Sarjana (S1) bagi Guru MI dan Guru PAI pada Sekolah dengan menggunakan dual mode system mempunyai tujuan untuk:
a.      Menghasilkan lulusan yang berkualifikasi akademik sarjana pendidikan untuk guru MI dan guru PAI pada sekolah;
b.      Memberikan layanan peningkatan kualifikasi sarjana (S1) bagi guru MI dan guru PAI pada Sekolah lulusan PGA (SLTA sederajat) dan Diploma (D-I, D-II, dan D-III) sebagaimana diamanatkan perundang-undangan.

D.    SISTEM PEMBELAJARAN DAN KEUNGGULAN DMS
Pembelajaran atau Perkuliahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan dual mode system dilaksanakan melalui perpaduan antara sistem pembelajaran tatap muka dengan sistem pembelajaran mandiri (self-instruction). Program ini mengakui pendidikan formal, pelatihan, dan pengalaman kerja melalui tes unjuk kinerja (performance test).
1.      Pembelajaran Tatap Muka
Kegiatan pembelajaran tatap muka adalah kegiatan pembelajaran diadakan untuk memantapkan penguasaan mahasiswa terhadap materi yang disajikan dalam bahan belajar mandiri (BBM) melalui serangkaian pertemuan langsung antara mahasiswa dengan dosen secara terjadwal. Bahan yang dikaji dalam kegiatan pembelajaran tatap muka meliputi:
a.       Konsep-konsep dalam bahan belajar mandiri yang sulit dan masih belum dipahami oleh mahasiswa setelah mempelajarinya secara mandiri.
b.      Aplikasi dan pemecahan masalah yang diangkat dari materi yang terkandung dalam bahan belajar mandiri.
c.       Masukan bagi penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dalam kapasitas individu dan kelompok.
d.      Masukan bagi pelaksanaan praktikum yang harus dikerjakan oleh mahasiswa, baik secara individual maupun kelompok.
e.       Pembelajaran tatap muka dilakukan dosen berkualifikasi minimal S2 yang ditetapkan oleh Dekan Fakultas/Ketua STAI Induk.
Adapun kegiatan pembelajaran tatap muka meliputi:
a.       Ceramah dan tanya jawab.
b.      Diskusi kelas atau kelompok.
c.       Bimbingan kegiatan praktik dan praktikum.
d.      Bimbingan penyelesaian tugas-tugas.
e.       Penugasan terstruktur.

2.      Pembelajaran Mandiri
Kegiatan pembelajaran mandiri adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan bahan belajar mandiri yang disebut modul. Pada awal perkuliahan, dosen pengampu mata kuliah tertentu dengan menjelaskan cara belajar dengan menggunakan modul. Dalam modul tersebut juga telah diuraikan penjelasan-penjelasannya mengenai cara pembelajaran mandiri secara lebih rinci sesuai dengan karakteristik masing-masing mata kuliah. Dalam proses pembelajaran mandiri, mahasiswa dapat mempelajari modul, baik secara perseorangan maupun dalam kelompok belajar. Pembelajaran mandiri disertai dengan kegiatan tutorial dalam bentuk responsifitas oleh dosen.
Untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran mandiri dengan tutorial,  diharapkan mahasiswa untuk menggunakan pembelajaran termediasi (mediated instruction) atau tutorial/responsi on-line dengan memanfaatkan perangkat keras komputer.
Dual Mode Sistem memiliki beberapa keunggulan. Pertama, kombinasi antara bahan belajar yang dikembangkan dalam bentuk bahan belajar tercetak dengan kegiatan tatap muka lebih memungkinkan mahasiswa untuk memperoleh bahan belajar yang terstruktur dan up to date. Kedua, dengan adanya pertemuan tatap muka yang terjadwal, dosen dapat mengontrol atau mengawasi penguasaan mahasiswa terhadap materi yang bersifat aplikasi dan keterampilan.

E.     EVALUASI PEMBELAJARAN DMS
Seberapapun baiknya sebuah program yang telah dicanangkan, pasti terdapat kekurangan di sisi lain bahkan kekurangan itu bisa jadi menjadi sebuah kendala dari sebuah harapan besar. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam Program Dual Model Sistem yang telah dicanangkan oleh Pemerintah yang dalam hal ini adalah Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.
Secara umum pelaksanaan program pembelajaran DMS dapat dikatakan berjalan dengan baik, walau masih terdapat ketidaksesuaian dan kekurangan dalam input dan proses pelaksanaannya. Dalam input kemungkinan masih terdapat peserta program ini yang bukan guru dalam jabatan, dosen yang mengajar juga bisa jadi tidak atau belum sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sehingga kelemahan di sisi input ini tentunya akan berdampak pada proses dan outputnya.
Adapun dalam unsur prosesnya, pembelajaran DMS ini masih terdapat masalah dalam modul yang dipakai dalam pembelajaran mandiri. Bahkan tidak semua modul yang dibutuhkannya mahasiswa mudah memperolehnya, meskipun melalui fasilitas download internet. Masalaha-masalah yang masih didapai oleh mahasiswa dalam pembelajaran mandiri ini selengkapnya meliputi distribusi modul, isi modul, kurikulum yang meliputi waktu dalam pertemuan, Sarana prasarana yang meliputi media pembelajaran, laboratorium dan fasilitas pendukung lainnya. Belum lagi mahasiswa saat pembelajaran mandiri harus berbagi waktu dengan tugas-tugas mengajar di madrasah/sekolah da rumah tangga.
Jadi berdasarkan hasil analisis evaluasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa program DMS ini sudah berjalan dengan baik dan dapat terus dikembangkan dengan berbagai perbaikan berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada demi kesempurnaan progam ini.

F.      EVALUASI PEMBELAJARAN DMS
Demikian sekelumit makalah tentang Dual Model Sistem sebagai upaya peningkatan kwalifikasi guru profesional sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semoga bermanfaat.