MANUSIA
DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
MENURUT
PANDANGAN ISLAM
Manusia
adalah makhluk kompleks. Dimana mereka merupakan paduan antara wujud material
dan wujud spiritual dalam satu kesatuan ciptaan Yang Maha Pencipta. Manusia juga
tidak serta merta tinggal diam seperti halnya mkhluk dalam wujud benda material
lainnya, melainkan selalu bergerak dinamis untuk mengaktivisasikan dirinya.
Aristoteles
mengkatagorikan manusia ke dalam Zoon
Politicon, yang berarti manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan
berkumpul. Jadi manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Oleh karena sifat
suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Menurutnya
bahwa manusia itu makhluk sosial. Ia tidak hanya bermaksud menegaskan ide
tentang kewajiban manusia untuk bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan ide
tentang makhluk sosial terutama bermaksud menunjuk langsung pada kesempurnaan
identitas dan jati diri manusia.
Menurut
pandangan Islam manusia secara etimologi disebut juga insan yang dalam bahasa
arabnya, berasal dari akar kata nasiya yang berarti lupa. Dan jika
dilihat dari akar kata al-uns maka kata insan berarti jinak. Dari kedua
akar kata tersebut kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia
memiliki sifat lupa dan jinak, dalam arti manusia selalu menyesuaikan diri
dengan keadaan yang baru disekitarnya. Keberadaan manusia sangat nyata
sekali berbeda dengan makhluk yang lainnya. Seperti dalam kenyataannya manusia
adalah makhluk yang berjalan di atas dua kaki dan memiliki kemampuan untuk berfikir.
Sedangkan berfikir itu sendiri merupakan sifat dasar dari manusia yang
menentukan hakekat manusia itu sendiri dan mebedakannya dengan makhluk lainnya.
.
Manusia juga memiliki karya yang dihasilkannya sehingga berbeda dengan makhluk
yang lain. Hasil karya manusia itu dapat
dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis, geografis, situasi
emosional dan intelektual yang melatarbelakangi hasil karyanya. Dari hasil karya
yang dibuat manusia tersebut, menjadikan ia sebagai makhluk yang menciptakan
sejarah.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana manusia dalam
kehidupan sosial? Sebelum menguraikan masalah manusia dalam kehidupan sosial,
perlu penulis uraikan apa yang dimaksud dengan sosial dan kehidupan sosial. Para
ahli mendefinisikan sosial sebagai sebuah ungkapan yang nampaknya masih
terdapat beberapa sudut pandang yang berbeda sehingga mereka mendefinisikan
sosial belum ada satu kata sepakat. Berikut beberapa pengertian menurut para
ahli:
“Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu” (Philip
Wexler). “Sosial adalah lebih dari sekedar jumlah
manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan bersama” (Paul Ernes). “Sosial adalah cara tentang
bagaimana para individu saling berhubungan” (Enda M.C.). “Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para
individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan
para individu tersebut” (Engine
Fahri). Dari beberapa pendapat tentang pengertian sosial menurut para ahli
sebagaimana tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sosial adalah “Hubungan
individu dalam sebuah komunikas dan bagaimana cara mereka menjalin hubungan
antar sesama dalam berbagai kegiatan bersama dan hubungan ini merupakan inti
dari sebuah interaksi di antara mereka di lingkungan masing-masing dan tidak terikat
oleh sebuah pola tertentu”.
Karena sosial
merupakan cara manusia berhubungan dengan sesama dalam berbagai kegiatan, maka seiring
dengan perkembangan budaya manusia, sifat sosial juga mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan pranata-pranata yang timbul berdasarkan tujuan atau
kegiatan yang telah disepakati bersama oleh mereka. Menurut Koentjarainingrat,
dalam kehidupan masyarakat, banyak sekali terdapat pranata-pranata sosial. Keanekaragaman pranata-pranata sosial
tersebut berbeda-beda antara orang satu dengan yang lainnya dalam sebuah komunitas. Menurutnya, ada delapan macam pranata sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, misalnya keluarga
2. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan manusia untuk matapencaharian, misalnya pertanian.
3. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan pendidikan, misalnya SD, SMP.
4. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, misalnya i1mu pengetahuan.
5. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan rohanil batiniah dalammenyatakan rasa keindahan dan
rekreasi, misalnya seni rupa, seni lukis.
6. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib,
misalnya masjid, gereja, pura,wihara.
7. Pranata sosial yangbertujuan
memenuhikebutuhan untuk mengatur kehidupan berkelompk-kelompok/bernegara,
misalnya pemerintahan, partai politik.
8. Pranata sosial yang bertujuan
mengurus kebutuhan jasmani rnanusia, misalnyapemeliharaan kesehatan dan
kecantikan.
Dalam kehidupan kita sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat istilah sosial selalu dikaitkan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dan laingkungannya, seperti kehidupan kaum miskin di
kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Istilah sosial juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah
pada rasa empati terhadap kehidupan antar sesama manusia
sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap
yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang dikatan sebagai orang atau manusia mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Pada dunia pendidikanpun istilah sosial dipakai untuk menyebut salah satu
jurusan yang harus dipilih ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas atau
pilihan ketika memasuki perguruan tinggi, dan jurusan tersebut adalah jurusan
yang berkaitan dengan segala aktivitas yang berkenaan dengan tindakan hubungan
antar manusia.
Lebih dari itu,
manusia dalam kehidupan sosialnya menggunakan akal budi sebagai suatu sistem
nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut
meliputi filsafat, aktifitas dan artefak yang meliputi segala aspek kehidupan
manusia itu sendiri, seperti pandangan hidup, politik, teknologi, komunikasi,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan lain-lain.
Pada diri manusia sejak dilahirkan juga sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk
berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Manusia berperan
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan
kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan
bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya
terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu
harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai
kebahagiaan bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk
mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan
aktivitas timbal balik antar individu
dalam suatu pergaulan hidup bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai
dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan
masanya dari mulai interaksi non formal
seperti berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti
berorganisasi, dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia
hidup bermasyarakat, yaitu:
1. Faktor alamiah atau kodrat Tuhan.
2. Faktor saling memenuhi kebutuhan.
3.
Faktor saling ketergantungan.
Keberadaan
semua faktor tersebut dapat diterima oleh akal sehat setiap manusia, sehingga
manusia itu benar-benar bermasyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu
Khaldun bahwa hidup bermasyarakat itu bukan hanya sekadar kodrat Tuhan
melainkan juga merupakan suatu kebutuhan bagi jenis manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. ika tingkah laku timbal balik (interaksi sosial)
itu berlangsung berulang kali dan terus menerus, maka interaksi ini akan
berkembang menjadi interelasi sosial.
Sementara interelasi sosial dalam masyarakat
akan tampak dalam bentuk suatu perasaan hidup bersama, sepergaulan, dan
selingkungan yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan yang beradab, kekeluargaan
yang harmonis dan kebersatuan yang mantap.
Dengan
demikian tidak setiap kumpulan individu merupakan masyarakat. Dalam kehidupan
sosial terjadi bermacam-macam hubungan atau kerjasama, antara lain hubungan
antar status, persahabatan, kepentingan,
dan hubungan kekeluargaan. Sebagai mahluk sosial, manusia dikaruniai oleh Sang
Pencipta antara lain sifat rukun sesama manusia.
Dari uraian
singkat tentang manusia dalam kehidupan sosial sebagaimana tersebut di atas,
menurut pandangan Islam dapat dilihat dari berbagai perspektif baik normatif
maupun interaktif dalam pengamalan nilai-nilai syariah islamiyah. Secara garis besarnya pandangan tersebut yang dapat
dijadikan sebagai dasar adalah antara lain sebagai berikut:
1. Penciptaan
manusia (bahkan semua makhluk ciptaanNya) secara berpasangan, memberikan makna
adanya saling ketergatungan, hidup bersama, saling berinteraksi dan
berinterelasi.
2. Nilai-nilai
dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah, puasa, zakat dan haji juga memberika pelajaran
bahwa manusia secara qodrati dituntut untuk empati terhadap sesama.
Jadi sosialitas merupakan kodrat manusia dalam mengarungi
kehidupannya. Mereka tidak bisa hidup sendirian. Mereka memerlukan yang lain
untuk hidup dalam kebersamaan, belajar bersama dalam kehidupan sebagai manusia,
mencari kesempurnaan dirinya dalam tata kehidupan bersama. Sebuah kepribadian dari
individu-individu dalam komunitas sosialnya akan mencapai kepunuhannya jika
manusia tidak mampu menerima kehadiran sesamanya di lingkungannya untuk
mencapai tujuan hidup bersama. Hidup bersama ada secara natural karena
masing-masing pribadi menghendakinya. Masing-masing pribadi menghendakinya
karena sadar bahwa kesempurnaan dirinya hanya tercapai melalui kebersamaanya
dengan manusia yang lain. Hidup bersama dengan demikian bukan pertama-tama
sebuah “gerombolan” tanpa tujuan, melainkan sebuah kesatuan dan sistem yang
terarah kepada kesempurnaan dan keutuhan masing-masing individu. Hidup bersama
ada pertama-tama untuk memenuhi kehendak dan tujuan setiap pribadi manusia
untuk menyempurnakan dirinya. Inilah yang dimaksud good life, yakni
teraktualisasikannya kesempurnaan hidup masing-masing individu manusia dalam
konteks hidup bersama. Inilah inti pandangan Islam terhadap manusia dalam
kontek kehidupannya sebagai makhluk sosial.