Kamis, 11 September 2014

Manusia dalam Kehidupan Sosial menurut Islam

MANUSIA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
MENURUT PANDANGAN ISLAM


Manusia adalah makhluk kompleks. Dimana mereka merupakan paduan antara wujud material dan wujud spiritual dalam satu kesatuan ciptaan Yang Maha Pencipta. Manusia juga tidak serta merta tinggal diam seperti halnya mkhluk dalam wujud benda material lainnya, melainkan selalu bergerak dinamis untuk mengaktivisasikan dirinya.
Aristoteles mengkatagorikan manusia ke dalam  Zoon Politicon, yang berarti manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul. Jadi manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Oleh karena sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Menurutnya bahwa manusia itu makhluk sosial. Ia tidak hanya bermaksud menegaskan ide tentang kewajiban manusia untuk bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan ide tentang makhluk sosial terutama bermaksud menunjuk langsung pada kesempurnaan identitas dan jati diri manusia.
Menurut pandangan Islam manusia secara etimologi disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, berasal dari akar kata nasiya yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari akar kata al-uns maka kata insan berarti jinak. Dari kedua akar kata tersebut kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak, dalam arti manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Keberadaan manusia sangat nyata sekali berbeda dengan makhluk yang lainnya. Seperti dalam kenyataannya manusia adalah makhluk yang berjalan di atas dua kaki dan memiliki kemampuan untuk berfikir. Sedangkan berfikir itu sendiri merupakan sifat dasar dari manusia yang menentukan hakekat manusia itu sendiri dan mebedakannya dengan makhluk lainnya.
. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkannya sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Hasil  karya manusia itu dapat dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis, geografis, situasi emosional dan intelektual yang melatarbelakangi hasil karyanya. Dari hasil karya yang dibuat manusia tersebut, menjadikan ia sebagai makhluk yang menciptakan sejarah.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana manusia dalam kehidupan sosial? Sebelum menguraikan masalah manusia dalam kehidupan sosial, perlu penulis uraikan apa yang dimaksud dengan sosial dan kehidupan sosial. Para ahli mendefinisikan sosial sebagai sebuah ungkapan yang nampaknya masih terdapat beberapa sudut pandang yang berbeda sehingga mereka mendefinisikan sosial belum ada satu kata sepakat. Berikut beberapa pengertian menurut para ahli:
“Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu” (Philip Wexler). “Sosial adalah lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan bersama” (Paul Ernes). “Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan” (Enda M.C.). Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut” (Engine Fahri). Dari beberapa pendapat tentang pengertian sosial menurut para ahli sebagaimana tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sosial adalah “Hubungan individu dalam sebuah komunikas dan bagaimana cara mereka menjalin hubungan antar sesama dalam berbagai kegiatan bersama dan hubungan ini merupakan inti dari sebuah interaksi di antara mereka di lingkungan masing-masing dan tidak terikat oleh sebuah pola tertentu”.
Karena sosial merupakan cara manusia berhubungan dengan sesama dalam berbagai kegiatan, maka seiring dengan perkembangan budaya manusia, sifat sosial juga mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan pranata-pranata yang timbul berdasarkan tujuan atau kegiatan yang telah disepakati bersama oleh mereka. Menurut Koentjarainingrat, dalam kehidupan masyarakat, banyak sekali terdapat pranata-pranata sosial. Keanekaragaman pranata-pranata sosial tersebut berbeda-beda antara orang satu dengan yang lainnya dalam sebuah komunitas. Menurutnya, ada delapan macam pranata sosial, yaitu sebagai berikut:
1.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, misalnya keluarga
2.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk matapencaharian, misalnya pertanian.
3.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan, misalnya SD, SMP.
4.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, misalnya i1mu pengetahuan.
5.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan rohanil batiniah dalammenyatakan rasa keindahan dan rekreasi, misalnya seni rupa, seni lukis.
6.      Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib, misalnya masjid, gereja, pura,wihara.
7.      Pranata sosial yangbertujuan memenuhikebutuhan untuk mengatur kehidupan berkelompk-kelompok/bernegara, misalnya pemerintahan, partai politik.
8.      Pranata sosial yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmani rnanusia, misalnyapemeliharaan kesehatan dan kecantikan.
Dalam kehidupan kita sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat istilah sosial selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dan laingkungannya, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Istilah sosial juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan antar sesama manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang dikatan sebagai orang atau manusia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Pada dunia pendidikanpun istilah sosial dipakai untuk menyebut salah satu jurusan yang harus dipilih ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas atau pilihan ketika memasuki perguruan tinggi, dan jurusan tersebut adalah jurusan yang berkaitan dengan segala aktivitas yang berkenaan dengan tindakan hubungan antar manusia.
Lebih dari itu, manusia dalam kehidupan sosialnya menggunakan akal budi sebagai suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut meliputi filsafat, aktifitas dan artefak yang meliputi segala aspek kehidupan manusia itu sendiri, seperti pandangan hidup, politik, teknologi, komunikasi, ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan lain-lain. Pada diri manusia sejak dilahirkan juga sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Manusia berperan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antar individu dalam suatu pergaulan hidup bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya dari mulai interaksi non formal seperti berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia hidup bermasyarakat, yaitu:
1.      Faktor alamiah atau kodrat Tuhan.
2.      Faktor saling memenuhi kebutuhan.  
3.      Faktor saling ketergantungan.
Keberadaan semua faktor tersebut dapat diterima oleh akal sehat setiap manusia, sehingga manusia itu benar-benar bermasyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Khaldun bahwa hidup bermasyarakat itu bukan hanya sekadar kodrat Tuhan melainkan juga merupakan suatu kebutuhan bagi jenis manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. ika tingkah laku timbal balik (interaksi sosial) itu berlangsung berulang kali dan terus menerus, maka interaksi ini akan berkembang menjadi interelasi sosial.
Sementara interelasi sosial dalam masyarakat akan tampak dalam bentuk suatu perasaan hidup bersama, sepergaulan, dan selingkungan yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan yang beradab, kekeluargaan yang harmonis dan kebersatuan yang mantap.
Dengan demikian tidak setiap kumpulan individu merupakan masyarakat. Dalam kehidupan sosial terjadi bermacam-macam hubungan atau kerjasama, antara lain hubungan antar status, persahabatan, kepentingan, dan hubungan kekeluargaan. Sebagai mahluk sosial, manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta antara lain sifat rukun sesama manusia.
Dari uraian singkat tentang manusia dalam kehidupan sosial sebagaimana tersebut di atas, menurut pandangan Islam dapat dilihat dari berbagai perspektif baik normatif maupun interaktif dalam pengamalan nilai-nilai syariah islamiyah. Secara garis besarnya pandangan tersebut yang dapat dijadikan sebagai dasar adalah antara lain sebagai berikut:
1.      Penciptaan manusia (bahkan semua makhluk ciptaanNya) secara berpasangan, memberikan makna adanya saling ketergatungan, hidup bersama, saling berinteraksi dan berinterelasi.
2.      Nilai-nilai dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah, puasa, zakat dan haji juga memberika pelajaran bahwa manusia secara qodrati dituntut untuk empati terhadap sesama.
Jadi sosialitas merupakan kodrat manusia dalam mengarungi kehidupannya. Mereka tidak bisa hidup sendirian. Mereka memerlukan yang lain untuk hidup dalam kebersamaan, belajar bersama dalam kehidupan sebagai manusia, mencari kesempurnaan dirinya dalam tata kehidupan bersama. Sebuah kepribadian dari individu-individu dalam komunitas sosialnya akan mencapai kepunuhannya jika manusia tidak mampu menerima kehadiran sesamanya di lingkungannya untuk mencapai tujuan hidup bersama. Hidup bersama ada secara natural karena masing-masing pribadi menghendakinya. Masing-masing pribadi menghendakinya karena sadar bahwa kesempurnaan dirinya hanya tercapai melalui kebersamaanya dengan manusia yang lain. Hidup bersama dengan demikian bukan pertama-tama sebuah “gerombolan” tanpa tujuan, melainkan sebuah kesatuan dan sistem yang terarah kepada kesempurnaan dan keutuhan masing-masing individu. Hidup bersama ada pertama-tama untuk memenuhi kehendak dan tujuan setiap pribadi manusia untuk menyempurnakan dirinya. Inilah yang dimaksud good life, yakni teraktualisasikannya kesempurnaan hidup masing-masing individu manusia dalam konteks hidup bersama. Inilah inti pandangan Islam terhadap manusia dalam kontek kehidupannya sebagai makhluk sosial.


Nilai-nilai Karakter dalam Perspektif Pendidikan

NILAI-ILAI KARAKTER
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN


A.    Pendahuluan
Bangsa Indonesia mengalami dekadensi moral yang tidak hanya sekedar merisaukan di kalangan masyarakat, tetapi kerusakan moral itu sudah amat parah pada bangsa Indonesia dalam berbagai strata sosialnya. Rusaknya moral bangsa ini ditandai dengan maraknya praktik-praktik korupsi dalam skala besar dari kalangan elit (pemimpin). Penyalahgunaan wewenang telah menjadikan tatanan sosial dan pemerintahan menjadi terjungkir balik, yang bersalah di putar menjadi benar dan yang tidak bersalah dipersalahkan. Setidak-tidaknya penyalahgunaan wewenang ini, hukum tidak berlaku bagi yang berkuasa atau tumpul dikalangan mereka dan tajam menghadap ke rakyat kecil yang tidak mengetahui hukum dan perundang-undangan. Hal yang menjadikan moral bangsa ini menjadi akut adalah perilaku para elit yang tidak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa (“katany”), dipertontonkan secara transparan melalui berbagai media massa sehingga menimbulkan pola pemikiran masyarakat kecil untuk destruktif dan akhirnya menirunya.
Nabi muhammad berhasil dalam membangun masyarakat madani hanya ditempuh dalam waktu 23 tahun. Itupun yang 13 tahun merupakan masa disintegrasi yang masyarakat Arab pra Islam merupakan masyarakat yang nomaden dan mementingkan kelompoknya sendiri. Kalau boleh dikalkulasi, Nabi Muhammad membangun masyarakat jahily menuju masyarakat madani hanya kurang lebih memakan waktu hanya 10 tahun, terhitung sejak kemerdekaan Mekah. Indonesia yang telah merdeka lebih dari 60 tahun seharusnya secara matematik, lebih maju enam kali dari keberhasilan Madinah yang tolok ukurnya tidak semata-mata dari sudut pandang materi dan pembangunan fisiknya tetapi dari sudut pandang nilai-nilai luhur bangsa dalam menata kehidupannya secara bersama-sama demi kepentingan bersama.
Dekadensi moral bangsa Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari para elit negeri ini, tapi nampaknya sudah merambah ke seantero negeri bahkan sampai pelosok-pelosok desa oleh masyarakat tingkat bawah. Hancur mumurnya moral bangsa ini dapat dilihat dari banyaknya berbagai tindak kejahatan dan kriminal di tengah-tengah masyarakat seperti penipuan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, kekerasan dan lain sebagainya. Kerusakan moral ini justru terjadi di kalangan muda dan terpelajar yang semestinya mempunyai tanggung jawab masa depan bangsa ini. Maraknya tawuran antar pelajar, seks bebas, penyalahgunaan zat-zat adiktif, peredaran foto dan video porno  seakan menjadi hal yang biasa dan merasa itu bagian dari haknya yang justru menjadikan sulitnya orang tua, guru, pemimpin, tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan nasihat baik kepada mereka.
Kerusakan moral masyarakat terutama di kalangan remaja tidak hanya dilingkungannya saja tetapi sudah merambah ke berbagai sudut lingungan hidup mereka. Pendidikan keagamaan, penanaman nilai-nilai kepribadian bangsa seakan menjadi barang kuno yang sudah usang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Benarkan pada zaman modern ini harus mengiuti setiap mode? Jawabannya adalah sangat relatif tergantung dari sudut pandang mana dalam mensikapi modernisasi. Kalau dilihat dari sudut pandang yang positif, mengapa tidak.
Berbagai kerusakan moral tersebut baik di kalangan elit maupun kalangan bawah, telah mengindikasikan hilangnya nilai-nilai luhur bangsa yang sampai hari ini hanya slogan belaka. Oleh sebab itu harus ada usaha untuk menjadikan nilai-nilai luhur (akhlak) ini kembali menjadi karakter bangsa yang bisa dibanggakan, terutama di dunia pendidikan karena pendidikan adalah kawah candradimukanya bangsa ke depan.

B.     Pengertian karakter
Pemahaman akan makna karakter akan mempengaruhi cara-cara mendesain dan mengembangkan makna pendidikan karakter, baik di lembaga pendidikan formal, informal maupun pendidikan non formal. Karakter ada yang memaknainya sebagai tipologi kepribadian, perangai atau ciri-ciri individu yang relatif stabil. Makna karakter ini dipahami melalui pendekatan psikologi, sehingga orang-orang berusaha mendefinisikan tipe-tipe kepribadiannya dan berusaha bertindak atau menerima kenyataan yang sesuai dengan kepribadian tersebut. Melalui pendekatan sosial, karakter dimaknai sebagai sosialisasi sosial, sehingga pendidikan karakter mengajarkan norma-norma sosial, pola perilaku dan tata krama yang ada dalam masyarakat. Dari sudut pandang ini pendidikan diposisikan sebagai proses sosialisasi yang mempunyai tujuan membawa peserta didik agar mengerti dengan baik tatanan sosial dalam masyarakat, mengerti pola perilaku, norma sopan santun, dan tata krama yang dihargai dalam masyarakat. Butir-butir  karakter yang pertama (religius) sebagai butir-bitir karakter yang dikembangkan di Indonesia justru menjadikan kabur makna karakter dari sudut pandang yang sangat luas. Orang yang memasukkan religius ke dalam nilai-nilai karakter di Indonesia mengindikasikan mereka (maaf) kurang memahami makna religius yang sebenarnya. Mereka memaknai religius (Islam) hanya sekedar kulit luarnya saja seperti; membaca al Qur’an, menghafal ayat-ayat suci, melakukan ritual, belajar berdoa, sehingga dari sudut pandang ini justru mempersempit makna karakter itu sendiri.
Dari bebarapa sudut pandang mengenai makna karakter akan berimplikasi terhadap usaha-usaha dalam mendesain dan mengembangkan tepe-tipe karakter yang dipahaminya. Oleh karena itu untuk memberikan makna karakter yang lebih komprehensip harus dilihat dari banyak sudut pandang yang berbeda. Secara etimlogis, menurut Poerwadarminta (dalam Amirulloh Syarbini, 2012), karakter berarti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.[1] Sedangkan secara terminologis, karakter adalah sifat yang mantap, stabil dan khusus yang melekat dalam pribadi seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan dan tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu. [2] Sedang menurut Doni Koesoema A., karakter diartikan sebagai sebuah kondisi dinamis struktur antropologis individu, yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah usaha untuk hidup semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya demi proses penyempurnaan dirinya terus menerus. [3]
Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa karakter adalah sifat yang mantap, stabil dan khusus yang melekat dalam pribadi seseorang yang tidak hanya sekedar membuatnya bersikap dan bertindak secara sepontan, melainkan juga sebuah usaha untuk hidup yang semakin integral dalam mengatasi determinasi kodratnya dalam dirinya sendiri demi proses penyempurnaan dirinya sendiri secara terus menerus. Karakter merupakan proses internalisasi nilai-nilai positif dalam diri seseorang agar memiliki sebuah sifat-sifat khusus sesuai dengan nilai-nilai yang dirujuk, baik dari agama, budaya dan falsafah bangsa.

C.     Pentingnya pendidikan karakter
Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010), pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik atau buruk, memeihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Lebih dari itu pendidikan karakter tidak hanya untuk memberikan keputusan baik dan memeliharanya, tetpai juga harus mampu untuk menjauhi apa yang diputuskannya buruk dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dalam sejarah kurikulum dindonesia, pendidikan karakter telah terintegrasi ke dalam kurikulum nasional. Pada tahun 1960-an, pendidikan karakter diajarkan disekolah-sekolah formal pendidikan dasar dalam sebuah mata pelajaran budi pekerti. Pada masa orde baru pendidikan karakter diwujudkan secara ekplisit melalui program penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang merupakan kewajiban bagi setiap pendidikan mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Orde baru juga membuat mata pelajaran khas bangsa Indonesia yaitu PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang secara ekplisit menunjukkan pendidikan moral.
Pada era reformasi karena PMP menjadi trade mark  Orde Baru, maka PMP dihapuskan dan diganti dengan Pendidikan Kwarganegaraan (PKn). Namun penggantian PMP menjadi PKn justru mengubah haluan dari pendidikan moral menjadi pendidikan menuju keutamaan sebagai warganegara. Untuk selanjutnya pendidikan karakter secara ekplisit tercakup dalam kalimat “berakhlak mulia” dalam formulasi tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. [4]
Kronologis sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia tersebut, nampak dengan kasat mata bahwa Pemerintah telah menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter di dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah sejauh manakah keberhasilan pendidikan karakter sebagai kurikulum pendidikan nasional, sementara seiring dengan pendidikan karakter tersebut, dekandensi moral justru semakin menjauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam kuikum pendidikan nasional yang dimaksud?. Lantas apa yang menentukan keberhasilan pendidikan nasional? Oleh karena itu hal yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah adanya konsistensi antara pemahaman dan kenyataan di lapangan. Tidak hanya dimuat dalam muatan kurikulum, yang berimplikasi pada indoktrinasi nilai-nilai karakter tanpa dibarengi dengan perilaku dan tindakan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang dimaksud. Ibarat orang sedang lapar, diberi tahu kalau ada makanan yang bisa membuat perut kenyang dan bisa menimbulkan energi. Makanan tersebut tidak ada artinya, kalau tidak diambil lalu dimakannya, perut tetap keroncongan. Jadi karakter tidak cukup hanyak sebuah norma-norma yang harus dijunjun tinggi secara normatif tetapi harus diberi porsi secara aplikatif.
Dari paparan tersebut, pendidikan karakter menjadi sangat penting karena dengan karakter yang diiliki, seseorang akan menunjukkan siapa diri mereka sebenarnya. Karakter akan menentukan bagaimana seseorang membuat keputusan, karakter akan menentukan sikap, perkataan, dan pebuatan sesorang sehingga mudah membedakan seseorang dengan lainya.

D.    Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pndidikan karakter, pemerintah sebenarnya telah mengidentifikasi 18 nilai-nilai yang berbasis karakter yang didasarkan pada nilai-nilai agama, budaya, dan falsafah bangsa. Nilai-nilai yang dapat dikembangkan dalam pendidikan karakter tersebut adalah sebagai berikut;
1.      Religius
Religius adalah sikapdan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleranterhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.      Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lainyang berbeda dari dirinya.
4.      Disiplin
Disiplinadalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.      Kretif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untukmenghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang dimiliki.
7.      Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas.

8.      Demokratis
Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinyadan orang lain.
9.      Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengethui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10.  Semangat kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diridan kelompoknya.
11.  Cinta tanah air
Cinta tanah air adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.  Menghargai prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Komunikatif
Komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14.  Cinta damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.


18.  Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku sesorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negra dan Tuhan Yang Maha Esa.

Delapan belas nilai-nilai karakter yang telah dirumuskan oleh pemerintah tersebut, setidak-tidaknya bisa dikembangkan dalam semua aspek kehidupan tidak hanya menjadi tanggung jawab dunia pendidikan saja melainkan oleh semua pihak terutama para elit, guru, pemimpin atau sebutan lain yang pantas dikategorikan ke dalam staekholder. Yang perlu digarias bawahi di sini adalah bahwa ke 18 nilai-nilai karakter itu belum bisa membendung derasnya dekadensi moral, karena seharusnya nilai-nilai karakter tidak cukup secara kwantitatif tersebut. Masih ada nilai-nilai karakter yang harus dimasukkan ke dalam butir-butir nilai karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai karakter yang masih terceer itu adalah, nilai-nilai keteladanan, unggah-ungguh, sikap, pikiran dan tindakan saling menerima, saling pengertian, saling menghrgai dan lain-lain. Pantas sekali jika dekadensi moral bangsa Indonesia semakin parah karena nilai-nilai yang tercecer tersebut tidak pula dijadikan buitr-butir nilai karakter.
E.     Pendidikan karakter di sekolah
F.      Daftar Pustaka
-, UU Sistem Pendidikan Nasional,  Jakarta, Redaksi Sinar Grafika, Cet. 1, 2008.
A., Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh, Yogyakarta, Kanisius, Cet. 5, 2012.
Antonio, Muhammad Syafii, Muhammad SAW. The Super Leader SuperManager, Jakarta,  Tazkia Multimedia & ProLM Centre, Cet. 5 2007.
Arif,  Syamsuddin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta, Gema Insani, Cet. 1. 2008.
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, Cet.7, 2012.
Pasha, Lukman, Butir-butir Kearifan Jawa Sumber Inspirasi Kearifan Lokal, Yogyakarta, INAzNa Books, Cet 1. 2011.
Syarbini, Amrulloh,  Buku Pintar Pendidikan Karakter,  Jakarta, as@-Prima Pustaka, Cet. 1, 2011. Pendidikan karakter di rumah




[1]  Amirulloh Syarbini, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Jakarta; As@-Prima Pustaka), Cet. 1, hlm. 13.
[2]  Ibid, hlm. 15.
[3]  Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh,  (Yogyakarta; Kanisius), Cet. 5, hlm. 56.
[4]  Ibid,  hlm. 2-4.

Kamis, 17 Juli 2014

Undangan Pertemuan Keluarga Bani Ridlwan Jepara




KELUARGA BESAR BANI RIDLWAN JEPARA
Alamat : Jl.KH.M. Ridlwan, blok no. 13.186, RT. 001/003 Kedungleper Bangsri Jepara 59453
Email : maesjprid@gmail.com,  HP. 081225311670,  Posting : maesjprid.blogspot.com


 
Hal : Undangan Pertemuan Keluarga                               Jepara, 6 Juli 2014

Kepada yang terhormat :
Anak/menantu, cucu/menantu, cicit/menantu,  dan segenap keturunan keluarga besar KH.M. Ridlwan Jepara
Di Tempat
untuk bpk/ibu/sdr.
…………………………………………
 
 




Assalamualaikum  wr.  wb.

Mengharap dengan hormat lagi sangat atas kehadiran Anak/menantu, cucu/menantu, cicit/menantu dan segenap keturunan keluarga besar KH.M. Ridlwan Jepara pada pertemuan keluarga yang insya Allah akan dilaksanakan dengan ketentuan sbb.:
Hari                   :    Kamis
Tanggal             :    31 Juli 2014/4 Syawal 1435 HQ
Waktu/jam         :    09.00 WIB.
Tempat              :    di rumah mendiang bpk. H.M. Faishol Ridlwan
                               Prasungtani Buduran Sidoarjo Jatim
Acara                 :    1. Halal bihalal
                               2. Silaturrahim keluarga besar bani Ridlwan (pertemuan keluarganan)
Keterangan        :    1. Masing-masing keluarga besar Bani Ridlwan membuat rombongan
                                    sendiri-sendiri.
                               2. Call : 081553602244 / 0822335872777 (an. Bpk. M. Fikri)

Demikian besar harap kami atas perhatian dan kehadirannya kami sampaikan terima kasih.

Wassalamualaikum  wr. wb.

Keluarga Bani Ridlwan
Ketua                                             Sekretaris

Ttd                                                 ttd

H. Syaifuddin Zuhri                      M. Aunun El Ma’ruf