PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1)
MELALUI
DUAL MODEL SYSTEM
M. Aunun El Ma'ruf
A.
PENDAHULUAN
Untuk
menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional adalah dengan
menyelenggarakan pendidikan profesi yang memungkinkan guru menguasai kompetensi
utuh, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan
kualitas pendidikan, melalui PLPG maupun PPG. Hal tersebut merupakan salah satu
upaya untuk merealisasikan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Sebagai wujud
guru disebut sebgai guru yang profesional, guru harus memiliki sebuah kompetensi
profesional dengan ditandai dengan diperolehnya Sertifikat Pendidik yang
selanjutnya diikuti dengan penghargaan tunjangan profesi yang besarnya sama
dengan satu kali gaji PNS. Ketentuan ini berlaku bagi semua guru, termasuk bagi
guru MI dan guru PAI pada sekolah. Hal ini lebih kongkrit dapat dilihat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29
ayat (2), dimana seorang guru (MI atau PAI pada sekolah) minimal harus
mempunyai kualifikasi akademik sarjana (S1) atau D-IV, serta sertifikat profesi
untuk guru MI atau guru PAI di Sekolah.
Memperhatikan
hal tersebut, diperlukan prakarsa inovatif dan efisien untuk memberikan layanan
pendidikan yang memungkinkan tidak mengganggu pelaksanaan tugas-tugas
keseharian masing-masing guru. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Departemen Agama Republik Indonesia. mulai tahun akademik 2008/2009
menyelenggarakan Program Peningkatan Kualifikasi Akademik Sarjana (S1) bagi
Guru MI dan Guru PAI pada Sekolah dengan menggunakan pendekatan Dual Mode
System .
B.
PENGERTIAN
Dual
Mode System adalah Program Peningkatan Kualifikasi Sarjana (S1) bagi Guru
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah
melalui sebuah model dalam sistem pembelajaran. Program ini merupakan ikhtiar Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi
Agama Islam (PTAI), dalam meningkatkan kualifikasi akademik guru-guru dalam
jabatan di bawah binaannya yang telah diselenggarakan sejak tahun 2009 dan
masih berlangsung hingga saat ini.
Program
DMS dilatari oleh banyaknya guru-guru di bawah binaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam yang belum berkualifikasi sarjana (S1), baik di daerah
perkotaan, terlebih di daerah pelosok pedesaan. Sementara pada saat yang
bersamaan, berdasarkan konstitusi pendidikan nasional menetapkan agar sampai
tahun 2014 seluruh guru di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah harus
sudah berkualifikasi minimal sarjana (S1).
Program
DMS merupakan sebuah program akselerasi (crash program) di jenjang
pendidikan tinggi yang memungkinkan guru-guru sebagai peserta program dapat
meningkatkan kualifikasi akademiknya melalui dua sistem pembelajaran, yaitu pembelajaran
tatap muka (TM) dan pembelajaran mandiri (BM). Untuk BM inilah proses
pembelajaran memanfaatkan media modular dan perangkat pembelajaran online. Program
peningkatan kualifikasi guru termasuk ke dalam agenda prioritas yang harus
segera ditangani, seiring dengan program sertifikasi guru yang memprasyaratkan kualifikasi
S1. Namun dalam kenyataannya, keberadaan guru-guru tersebut dengan tugas dan
tanggungjawabnya tidak mudah untuk meningkatkan kualifikasi akademik secara
individual melalui perkuliahan regular. Selain karena faktor biaya mandiri yang
relatif membebani guru, juga ada konsekuensi meninggalkan tanggungjawabnya
dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas. Dalam situasi demikian,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam berupaya melakukan terobosan dalam bentuk DMS.
C.
TUJUAN
Sebagai
sebuah sistem, penyelenggaraan Program Peningkatan Kualifikasi Sarjana (S1)
bagi Guru MI dan Guru PAI pada Sekolah dengan menggunakan dual mode system mempunyai
tujuan untuk:
a.
Menghasilkan lulusan
yang berkualifikasi akademik sarjana pendidikan untuk guru MI dan guru PAI pada
sekolah;
b.
Memberikan layanan
peningkatan kualifikasi sarjana (S1) bagi guru MI dan guru PAI pada Sekolah
lulusan PGA (SLTA sederajat) dan Diploma (D-I, D-II, dan D-III) sebagaimana
diamanatkan perundang-undangan.
D.
SISTEM
PEMBELAJARAN DAN KEUNGGULAN DMS
Pembelajaran
atau Perkuliahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan dual mode system dilaksanakan
melalui perpaduan antara sistem pembelajaran tatap muka dengan sistem pembelajaran
mandiri (self-instruction). Program ini mengakui pendidikan formal, pelatihan,
dan pengalaman kerja melalui tes unjuk kinerja (performance test).
1.
Pembelajaran
Tatap Muka
Kegiatan
pembelajaran tatap muka adalah kegiatan pembelajaran diadakan untuk memantapkan
penguasaan mahasiswa terhadap materi yang disajikan dalam bahan belajar mandiri
(BBM) melalui serangkaian pertemuan langsung antara mahasiswa dengan dosen
secara terjadwal. Bahan yang dikaji dalam kegiatan pembelajaran tatap muka
meliputi:
a.
Konsep-konsep
dalam bahan belajar mandiri yang sulit dan masih belum dipahami oleh mahasiswa
setelah mempelajarinya secara mandiri.
b.
Aplikasi dan
pemecahan masalah yang diangkat dari materi yang terkandung dalam bahan belajar
mandiri.
c.
Masukan bagi
penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dalam kapasitas
individu dan kelompok.
d.
Masukan bagi
pelaksanaan praktikum yang harus dikerjakan oleh mahasiswa, baik secara
individual maupun kelompok.
e.
Pembelajaran
tatap muka dilakukan dosen berkualifikasi minimal S2 yang ditetapkan oleh Dekan
Fakultas/Ketua STAI Induk.
Adapun kegiatan
pembelajaran tatap muka meliputi:
a.
Ceramah dan
tanya jawab.
b.
Diskusi kelas
atau kelompok.
c.
Bimbingan
kegiatan praktik dan praktikum.
d.
Bimbingan
penyelesaian tugas-tugas.
e.
Penugasan
terstruktur.
2.
Pembelajaran Mandiri
Kegiatan
pembelajaran mandiri adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan
bahan belajar mandiri yang disebut modul. Pada awal perkuliahan, dosen pengampu
mata kuliah tertentu dengan menjelaskan cara belajar dengan menggunakan modul.
Dalam modul tersebut juga telah diuraikan penjelasan-penjelasannya mengenai
cara pembelajaran mandiri secara lebih rinci sesuai dengan karakteristik
masing-masing mata kuliah. Dalam proses pembelajaran mandiri, mahasiswa dapat
mempelajari modul, baik secara perseorangan maupun dalam kelompok belajar. Pembelajaran
mandiri disertai dengan kegiatan tutorial dalam bentuk responsifitas oleh
dosen.
Untuk mengoptimalkan
kegiatan pembelajaran mandiri dengan tutorial,
diharapkan mahasiswa untuk menggunakan pembelajaran termediasi (mediated
instruction) atau tutorial/responsi on-line dengan memanfaatkan
perangkat keras komputer.
Dual Mode Sistem memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, kombinasi antara bahan belajar yang dikembangkan dalam bentuk bahan
belajar tercetak dengan kegiatan tatap muka lebih memungkinkan mahasiswa untuk
memperoleh bahan belajar yang terstruktur dan up to date. Kedua, dengan adanya
pertemuan tatap muka yang terjadwal, dosen dapat mengontrol atau mengawasi
penguasaan mahasiswa terhadap materi yang bersifat aplikasi dan keterampilan.
E.
EVALUASI
PEMBELAJARAN DMS
Seberapapun baiknya sebuah program yang telah
dicanangkan, pasti terdapat kekurangan di sisi lain bahkan kekurangan itu bisa
jadi menjadi sebuah kendala dari sebuah harapan besar. Kendala-kendala apa yang
dihadapi dalam Program Dual Model Sistem yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
yang dalam hal ini adalah Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia.
Secara umum pelaksanaan program pembelajaran
DMS dapat dikatakan berjalan dengan baik, walau masih terdapat ketidaksesuaian
dan kekurangan dalam input dan proses pelaksanaannya. Dalam input kemungkinan
masih terdapat peserta program ini yang bukan guru dalam jabatan, dosen yang
mengajar juga bisa jadi tidak atau belum sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Sehingga kelemahan di sisi input ini tentunya akan berdampak
pada proses dan outputnya.
Adapun dalam unsur prosesnya, pembelajaran DMS
ini masih terdapat masalah dalam modul yang dipakai dalam pembelajaran mandiri.
Bahkan tidak semua modul yang dibutuhkannya mahasiswa mudah memperolehnya,
meskipun melalui fasilitas download internet. Masalaha-masalah yang masih
didapai oleh mahasiswa dalam pembelajaran mandiri ini selengkapnya meliputi
distribusi modul, isi modul, kurikulum yang meliputi waktu dalam pertemuan,
Sarana prasarana yang meliputi media pembelajaran, laboratorium dan fasilitas
pendukung lainnya. Belum lagi mahasiswa saat pembelajaran mandiri harus berbagi
waktu dengan tugas-tugas mengajar di madrasah/sekolah da rumah tangga.
Jadi
berdasarkan hasil analisis evaluasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa program
DMS ini sudah berjalan dengan baik dan dapat terus dikembangkan dengan berbagai
perbaikan berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada demi kesempurnaan progam
ini.
F.
EVALUASI
PEMBELAJARAN DMS
Demikian sekelumit makalah tentang Dual Model
Sistem sebagai upaya peningkatan kwalifikasi guru profesional sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar